Kamis, November 26, 2009

Mau gimana lagi...

Semuanya berawal dari hari minggu itu. Suasananya mendung. Gelap, gw masih inget banget itu. Gw sama papa naik motor keliling untuk mencari suatu benda yang sudah menjadi barang wajib bagi pelajar kayak gw ini. Perjalanan awal bermula dari suatu toko pusat komputer di bekasi. Setelah melihat lama, akhirnya papa memutuskan untuk tidak membeli disana dengan alasan mutu dan harga yang tidak standar. Akhirnya papa meminta kesepakatan sama gw untuk menjelajah lebih jauh lagi ke barat sana demi mendapatkan barang yang dimaksud yang sesuai estimasi. Kami pun jalan menjelajah kota jakarta antah barantah. Suasana sudah cukup mendukung untuk turunnya hujan, tapi kami tetap melanjutkan perjalanan tersebut dengan niat dan tekad mendapatkan barang tersebut sesuai estimasi awal.

Perjalanan memang cukup panjang, dan gw juga inget, di tengah perjalanan papa berhenti di sebuah showroom. Melihat kembali kondisi barang-lain yang konon sudah dipesan tempo hari. Dan gw pun asik melihatnya. Barang ini kelak akan menjadi milik keluarga gw dan akan bertengger di rumah gw. Wow. Tapi tetap saja, yang masih terbersit di pikiran gw cuman barang tersebut. Akhirnya acara survey dadakan itupun berakhir, dan kami melanjutkan perjalanan. Di tengah jalan, papa memutuskan untuk mampir ke rumah salah satu bude gw di Rawamangun. Disana ada acara keluarga. Sebagai formalitaspun, kami mampir dan bertemu sanak. Disana gw ketemu tante gw juga, dan dia sempet nanya, “Mau nyari dimana?” dan gw pun menjawabnya. “Jauh amat...” ya memang jauh, tapi ini tentang niatan dasar dan kualitas. Kami izin duluan guna melanjutkan perjalanan dan ditengah perjalanan, hujan deras pun mengguyur. Kami berdua berteduh di pinggiran jalan. Tidak hanya sekali, tapi lebih dari itu kami berhenti untuk menghindari segala kebasahan yang ada. Di salah satu pemberhentian, gw nanya “Masih jauh ya, pa?” “yaa... tinggal dikit lagi.” Tinggal dikit lagi, dan gw berharap semoga papa gak bohong kali ini.

Setelah melanjutkan lagi, dan kami tiba di tempat tujuan yang telah kami impikan dari awal hari tadi. Disana papa langsung menuju sebuah toko yang konon telah dia datangi sebelumnya. Dy langsung menunjuk barang yang dimaksud, dan tanpa negosiasi panjang, barang itupun jatuh ke tangan papa, ke tangan gw. Akhirnya, segala perjuangan telah berlalu, dan sekarang dy telah ada di tangan gw.

Entahlah gw juga gak ngerti, hari-hari telah gw lewati bersamanya. Tapi entah kenapa selalu ada gangguan yang datang. Entah dy gak bisa hidup, gangguan lain, dan lain. Itu menuntut gw untuk berjuang lebih lagi demi kelangsungannya. Tidak sedikit perjuangan yang gw keluarin deminya. Sampai gw inget pernah suatu hari dy parah total, dan gw kalap, dan tante gw-yang-entah-tau-dari-mana menawarkan dirinya untuk nemenin gw ke suatu tempat, untuk memperbaikinya. Dan gw berpikir, kenapa sampe ngerepotin orang lain gini? Tapi ya sudahlah. Ini kan barang penting.

Hari-hari gw lewatin dengan dia. Menghabiskan waktu senggang, waktu stress bersama yang ngebuatnya harus rela standby lebih dari yang pernah dikiranya, waktu gw menggila, waktu gw mengalami ‘jatuh cinta’ pada something. Cuman dy yang ngerti. Dan gw juga cukup berbangga punya dia karena beberapa alasan, salah satunya alasan yang mungkin ngebuat lo semua nonsense, tapi nggak banget buat gw. Itu satu alasan kenapa gw bisa bangga banget punya dy.

Tapi, siapa yang ngira kalau semua itu harus berakhir secara sangat mendadak.
Satu hari disaat gw pulang, dy udah gak ada lagi di gw.
Hilang. Semuanya hilang dan lenyap tanpa bekas.
Ada seseorang yang telah tega menghabisi masa-masa kami.
Saksi bisu yang selama ini gw kenal dan gw banggakan, telah hilang. Entah kemana.
Sudah terpisah seutuhnya dari gw.

Sapa yang nyangka pertemuan gw dengan dy di toko itu 8 bulan yang lalu akan berakhir seperti ini?
Sapa yang nyangka dy yang pertama kali gw peluk di atas motor sepanjang perjalanan pulang yang panjang dan basah akan berakhir di siang itu?
Sapa yang nyangka kalo lanjutan perjuangan gw demi kelangsungannya selama ini merupakan titik awal peristiwa tragis ini?
Sapa yang nyangka malam terakhir yang gw lewatin bersamanya dengan menjiplak kertas di atas layarnya demi mencurahkan hasrat lama gw itu merupakan akhir dari segalanya sekaligus ucapan manis selamat tinggal?
Gak ada dan tidak pernah ada prasangka seperti itu.
Semuanya hanya terjadi begitu saja.
Tanpa ada peringatan yang berarti.
Hanya seonggok kertas perjuangan gw dengannya semalam yang menjadi satu-satunya kenangan yang tak terelakkan.
Gw juga tidak ingin berakhir seperti in, tapi, sapa yang bisa mengelaknya.
Memang sudah suratan kalau umur dy di sisi gw hanya 8 bulan. Dan setelah itu memang harus hilang.
Jadi, mau gimana lagi?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar